Selasa, 22 Maret 2011

Hanny Saputra: Siap Jawab Tantangan Manoj Punjabi


“Saya tidak takut dengan tantangan Pak Manoj,” begitulah komentar Hanny Saputra ketika sang produserMD Pictures tersebut menargetkan 7 juta penonton kepadanya untuk film Di Bawah Lindungan Ka’bah. 
Hanny Saputra yang lebih dikenal sebagai sutradara film drama remaja, kini ditantang untuk menggarap sebuah film yang akan mempertaruhkan namanya. Ya, sebuah film yang akan diadapatasi dari novel Di Bawah Lindungan Ka’bah karya tokoh besar di Indonesia, sastrawan sekaligus tokoh agama yang dikenal bijak dan cerdas, almarhum Abdul Malik Karim yang lebih dikenal Buya Hamka.


Hanny pun menerima tantangan untuk menggarap film yang berjudul sama dengan novelnya itu. Dengan rasa optimis ia pun memberikan jawaban atas tantangan sang produser.

“Buat saya ini adalah kesempatan bagus, apalagi dari sebuah novel yang bagus. Ini adalah tantangan yang besar. Saya ingin tunjukkan saya bisa buat film yang bagus tanpa harus terbebani dengan kesuksesan Ayat-ayat Cinta,”  jelas Hanny saat ditemui dalam acara Konferensi Pers Di Bawah Lindungan Ka'bah di kantor MD Pictures di Tanah Abang, Jakarta Pusat (16/03).

“Buat saya Pak Manoj selalu memberikan optimisme yang hebat, itu adalah suatu yang positif buat saya. Saya tidak takut dengan tantangan Pak Manoj, paling nggak saya bisa berkarya baik, punya kapasitas yang cukup untuk buat film yang bagus dengan potensi yang ada dan didukung dengan teman-teman yang kuat, saya rasa bisa menciptakan itu,” tambahnya.

Ya, seperti diketahui, tugas Hanny memang sangatlah besar, selain karena dibayangi dengan kesuksesan film produksi MD Pictures yang sebelumnya, Ayat-ayat Cintadengan meraih 3,8 juta penonton, ia juga harus menggarap film yang kali pertamanya diadaptasi dari sebuah novel.

Ia pun punya pandangan sendiri untuk proses penggarapan filmnya itu, menurutnya yang berbeda kali ini ia harus memasuki pikiran orang lain dari seorang penulis novel yang luar biasa sekelas Buya Hamka. Namun baginya itu adalah hal yang menarik untuk memasuki pikiran dan visi dari sisi penulis, tapi tetap, ini bukanlah suatu yang mudah.

“Buat saya novel Hamka itu mood-nya sangat jelas, kuat, dan menyentuh. Saya ambil mood-nya itu dulu, ketika mood-nya tercapai kita bisa menulis skenario yang bagus,” kata Hanny yang menempatkan lokasi syuting di Padang, Semarang, Jogja, Subang, dan Bayah ini.

“Dengan 66 halaman kita ambil benang merahnya saja, kita tahu ini tentang persoalan cinta, garis perjalanan cintanya jelas, jadi kita bisa membuatnya dengan suatu runtutan yang menarik dengan benang merah tersebut dan yang penting pesannya harus sampai,” kata Hanny lagi menutup pembicaraan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar