Pertama, Jose Poernomo sebenarnya seorang pembuat film berbakat. Kedua, banyak aktor
Gejala seperti itu terlihat dengan jelas dalam film 'Skandal'. Di antara lautan sampah yang menghiasi bioskop
'Skandal' menggambarkan kehidupan pasangan kelas atas
Mischa pun pun mendatangi Vincent di apartemennya. Masa lalu yang indah hadir kembali. Mereka pun melanjutkan hubungan yang sempat terputus akibat pernikahan Mischa. Vincent yang liar dan bahagia mampu memberikan kebahagiaan (dan seks) pada Mischa. Namun hubungan menjadi semakin rumit setelah frekuensi pertemuan mereka semakin padat. Anak Mischa, Michael mulai terlantar. Suaminya mulai curiga.
Setelah berbagai aksi kucing-kucingan antara mereka bertiga, nyatalah bahwa Mischa dihadapkan pada pilihan yang sangat sulit. Cerita pun berubah haluan. Mischa memilih kembali ke kenyamanan keluarganya dan meninggalkan Vincent yang marah. Vincent berusaha menghubungi Mischa, namun situasi sudah sangat kalut karena Aaron telah mengetahui perselingkuhan ini. Cerita berakhir tragis bagi Vincent, namun film masih menyisakan sebuah pertanyaan tak terjawab.
Film ini berangkat dari sebuah cerita drama biasa namun diakhiri dengan thriller dan suspenseyang tidak terpecahkan hingga akhir film. Setengah bagian awal film bisa dikatakan cukup menjanjikan. Meski bekerja dengan genre yang komersial, Jose Poernomo berusaha dengan keras untuk tidak menjadikannya 'bencana' . Sebagai sutradara, ia mempertahankan standar teknis dan visual yang cukup bagus meski di beberapa bagian sinematografinya agak mengganggu. Terutama, gerak kamera yang kadang goyah bahkan dalam adegan percakapan (bukan adegan dramatik macam pengejaran).
Penampilan aktor, terutama Mario Lawalata, Uli Auliani dan Gerry Iskak, relatif di luar dugaan, memberikan optimisme bagi penonton film
Dengan menambahkan unsur ketakutan dan teror, film ini justru terlihat kebingungan. Kedekatan yang dibangun sedemikian rupa antara Vincent dan Mischa pun dihancurkan demi mengikuti moralitas dan tatanan keluarga yang utuh. Semua persoalan di dalam cerita film pun disalahkan pada sang laki-laki kedua, Vincent yang di setengah awal film tampak tidak melakukan kesalahan apapun.
Film mengakhiri cerita dengan menjadikan perempuan (kembali) sebagai pihak yang paling bersalah dan oleh karena itu harus dihukum. Potensi untuk membalik naratif justru tidak dilakukan. Sungguh disayangkan, untuk sebuah usaha seperti yang dilakukan pembuat film bagus macam 'Jelangkung' (2001, bersama Rizal Mantovani) dan 'Angker Batu' (2007).
sumber : movie.detikhot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar